Herbert Spencer |
Spencer adalah orang yang pertama kali memperkenalkan konsep Survival of the fittest atau yang kuatlah yang akan menang dalam bukunya Social Statics yang terbit pada tahun 1850. Konsep ini untuk menggambarkan kekuatan fundamental ilmu biologi yang menjadi dasar perkembangan evolusioner. Konsepsi ini dipengaruhi karya Thomas R. Malthus mengenai tekanan kependudukan, An Essay on the Principle of Population (1798). isi konsepnya antara lain adalah perjuangan untuk dapat bertahan bagi suatu masyarakat atau bagi beberapa masyarakat agar menghasilkan keseimbangan karena perubahan yang terjadi dari keadaan yang homogen yang tidak terpadu menjadi heterogen yang terpadu.
Sembilan tahun
kemudian teori evolusioner karya Darwin terbit. Spencer dan Darwin melihat
adanya persamaan antara evolusi organisme dengan evolusi sosial. Evolusi sosial
adalah serangkaian perubahan sosial dalam masyarakat yang berlangsung dalam
waktu lama yang berawal dari kelompok
suku atau masyarakat yang masih sederhana dan homogen kemudian secara bertahap
menjadi kelompok suku atau masyarakat yang lebih maju dan akhirnya menjadi
masyarakat modern yang kompleks (Horton dan Hunt, 1989:208).
Teori Herbert Spencer tentang
Sosiologi
Bagi Spencer,
Sosiologi merupakan suatu studi evolusi dalam bentuk yang paling kompleks. Dia
menguraikan materi sosiologi secara rinci dan sistematis dalam tiga jilid The
Prinsiples of Sociology. Menurutnya, sosiologi merupakan ilmu pengetahuan
mengenai hakikat manusia secara inkorporatif dengan pendekatan makro yang
berpusat pada manusia. Sosiologi merupakan ilmu pengetahuan yang mempelajari
segala gejala yang muncul dari perilaku manusia secara bersama-sama.
Spencer dalam
Soekanto (1990: 444-447), objek pokok sosiologi adalah keluarga, politik,
agama, pengendalian sosial, dan industri. Tambahannya antara lain asosiasi,
masyarakat setempat, pembagian kerja, lapisan sosial, sosiologi pengetahuan dan
ilmu pengetahuan, serta penelitian terhadap kesenian dan keindahan. Dia
mengingatkan bahwa sosiologi juga harus menyoroti hubungan timbal balik antara
unsur-unsur yang ada dalam masyarakat yang tetap dan harmonis, serta merupakan
suatu integrasi, seperti pengaruh norma-norma tersebut di atas terhadap
kehidupan keluarga serta hubungan antara lembaga politik dengan lembaga
keagamaan. Oleh karena itu, Spencer berpendapat bahwa sosiologi adalah
psikologi yang dipraktikkan dan mendapat wujud antara lain etika dan peradaban
yang terdapat dalam masyarakat.
Haryanto (tt:
14) menyimpulkan, pandangan-pandangan Spencer tentang sosiologi mendapat
pengaruh biologi dalam arti luas. Pertumbuhan suatu disiplin ilmu sosiologi dan
biologi telah menarik perhatian baru terhadap faktor-faktor biologis di dalam
perilaku manusia. Oleh para pendukungnya, sosiologi didefinisikan sebagai
“suatu studi sistematik mengenai dasar-dasar biologis dari perilaku manusia”.
Interaksi biologi dan kebudayaan
mempengaruhi perilaku manusia yang dimulai dengan perkembangan masyarakat
manusia. Banyak ahli masyarakat abad pertengahan menganalogikan manusia dengan
organisme.
Spencer
memperkenalkan pendekatan baru yaitu pendekatan empiris dengan data konkret
yang memisahkan antara agama dan metafisik dengan ilmu pengetahuan yang dapat
dibuktikan oleh siapa saja dan kapan saja dengan hasil yang sama. Spencer
adalah orang yang pertama kali menulis tentang masyarakat atas dasar data
empiris yang konkret.
Pendekatan
empiris ala Spencer ternyata mendapat banyak tantangan pemuka agama. Menyadari
hal itu, Spencer kemudian melakukan rekonsiliasi antara ilmu pengetahuan dengan
agama. Rekonsiliasi ini dimuat dalam bukunya yang terbit kemudian, yaitu yang
berjudul First Prinsciple. Di sana Spencer membedakan fenomena ke dalam dua
kelompok, yaitu fenomena atau kejadian yang dapat diketahui dan fenomena atau
kejadian yang tidak dapat diketahui. Fenomena dan hal-hal yang dapat diketahui
dianggap merupakan pengalaman nyata dan mudah diterima oleh akal manusia,
sedang fenomena yang tidak dapat diketahui adalah hal-hal dan kejadian di luar
ilmu pengetahuan dan konsepsi manusia (Siahaan, 1986:119-133).
Spencer terus
berusaha mencari sumber-sumber asli dan menganalisis perkembangan aneka ragam
ide yang tersirat di dalamnya. Dia memulai dengan tiga garis besar teorinya
yang disebut dengan tiga kebenaran universal, yakni: 1) Materi yang tidak dapat
dirusak; 2) Kesinambungan gerak; dan 3) Tenaga dan kekuatan yang terus-menerus.
Selain itu, Spencer menyebutkan adanya empat dalil dari kebenaran universal
sebagaimana disebutkan di bawah ini:
1.Kesatuan hukum dan
kesinambungan antara kekuatan-kekuatan yang tidak pernah muncul dengan sia-sia
dan abadi.
2.Kekuatan ini tidak musnah akan
tetapi ditransformasikan ke dalam bentuk persamaan yang lain.
3.Segala sesuatu yang bergerak
sepanjang garis setidak-tidaknya akan dirintangi oleh suatu kekuatan yang lain
.
4.Ada sesuatu irama dari gerakan
atau gerakan alternatif.
Spencer lebih
lanjut mengatakan, evolusi dalam bentuk yang sederhana hanyalah merupakan suatu
gerak yang hilang dan redistribusi dari keadaan. Evolusi terjadi di mana-mana
dalam bentuk inorganik seperti astronomi dan geologi, dan dalam kehidupan
organik seperti biologi dan psikologi serta kehidupan superorganik seperti
sosiologi. Sedang sistem evolusi umum yang pokok menurut Spencer (Siahaan,
1986:119-133) meliputi:
1.Ketidakstabilan yang homogen.
Setiap homogenitas akan semakin berubah dan membesar serta akan kehilangan
homogenitasnya karena kejadian setiap insiden tidak sama besar;
2.Berkembangnya faktor yang
berbeda-beda dalam rasio geometris. Berkembangnya bentuk-bentuk yang sebenarnya
hanya merupakan batas dari suatu keseimbangan saja, yaitu suatu keadaan
seimbang yang berhadapan dengan kekuatan-kekuatan lain;
3.Kecenderungan terhadap adanya
bagian-bagian yang berbeda-beda dan terpilah-pilah melalui bentuk-bentuk
pengelompokan atau segregasi.
4.Adanya batas final dari semua
proses evolusi di dalam suatu keseimbangan akhir.
Giddings
(1890) meringkas ajaran sistem sosial Spencer seperti di bawah ini (Haryanto,
tt).
1.Masyarakat adalah organisme
atau mereka adalah superorganis yang hidup berpencar-pencar.
2.Antara masyarakat dan
badan-badan yang ada di sekitarnya ada suatu keseimbangan tenaga, suatu
kekuatan yang seimbang antara masyarakat yang satu dan masyarakat yang lain,
antara kelompok sosial satu dengan kelompok sosial yang lain.
3.Keseimbangan antara masyarakat
dengan masyarakat, antara masyarakat dan lingkungan mereka, berjuang satu sama
lain demi eksistensi mereka di antara warga masyarakatnya. Akhirnya konflik
menjadi suatu kegiatan masyarakat yang sudah lazim.
4.Di dalam perjuangan ini
kemudian timbulah rasa takut di dalam hidup bersama serta rasa takut untuk
mati. Rasa takut mati adalah pangkal kontrol terhadap agama.
5.Kebiasaan konflik kemudian
diorganisir dan dipimpin oleh kontrol politik dari agama menjadi militerisme.
Militerisme pada umumnya membentuk sifat dan tingkah laku serta membentuk
organisasi sosial dalam peperangan.
6.Militerisme menggabungkan
kelompok-kelompok sosial yang kecil menjadi kelompok sosial yang lebih besar
dan kelompok-kelompok tersebut memerlukan integrasi sosial. Proses semacam ini
memperluas medan integrasi sosial yang biasanya terdapat pemupukan rasa
perdamaian antar sesamanya serta rasa kegotongroyongan.
7.Kebiasaan berdamai dan rasa kegotongroyongan membentuk
sifat, tingkah laku serta organisasi sosial yang suka pada hidup tenteram dan
penuh dengan rasa setia kawan.
8.Dalam tipe masyarakat yang penuh
dengan perdamaian, kekuatannya akan berkurang namun rasa spontanitas serta
inisiatif semakin bertambah. Organisasi sosial menjadi semacam bungkus, sedang
anggota masyarakat dapat dengan leluasa pindah dari satu tempat ke tempat yang
lain. Mereka mengubah hubungan sosial mereka tanpa merusak kohesi sosial yang
telah ada. Kesemuanya ini merupakan elemen di mana rasa simpati dan seluruh
pengetahuan yang ada di dalam kelompok sosial merupakan kekuatan tersendiri
bagi masyarakat primitif.
9.Perubahan dari semangat
militerisme menjadi semangat industrialisme. Semangat kerja keras tergantung
pada luasnya tenaga antara kelompok masyarakat yang ada serta kelompok
masyarakat tetangganya, antara ras dalam suatu masyarakat yang ada serta
masyarakat yang lain, antara masyarakat pada umumnya serta lingkungan fisis
yang ada. Akhirnya semangat kerja keras yang disertai dengan penuh rasa
perdamaian tak dapat dicapai sampai keseimbangan bangsa-bangsa serta ras-ras
yang ada tercapai lebih dahulu.
10.Di dalam masyarakat, seperti pada
kelompok masyarakat lain tertentu, luasnya perbedaan serta jumlah kompleksitas
segenap proses evolusi tergantung pada nilai proses integrasi. Semakin lambat
nilai integrasinya, semakin lengkap dan memuaskan jalan evolusi itu.
Teori Herbert Spencer tentang Evolusi
Soekanto
(1990:484-485) mendefinisikan evolusi sebagai serentetan perubahan kecil secara
pelan-pelan dan kumulatif yang terjadi dengan sendirinya dan memerlukan waktu
lama. Evolusi dalam masyarakat adalah serentetan perubahan yang terjadi karena usaha-usaha masyarakat
tersebut untuk menyesuaikan diri dengan keperluan, keadaan, dan kondisi baru
yang timbul sejalan dengan pertumbuhan masyarakat. Perubahan ini tidak harus
sejalan dengan rentetan peristiwa di
dalam sejarah masyarakat yang bersangkutan.
Menurut
Soekanto (1990:345-347), teori tentang evolusi dapat dikategorikan dalam tiga
kategori.
1. Unilinear theories of
evolution. Teori ini berpendapat bahwa manusia dan masyarakat (termasuk kebudayaannya)
mengalami perkembangan melalui tahapan tertentu, mulai dari bentuk sederhana
menuju ke yang lebih kompleks (madya dan modern) dan akhirnya menjadi sempurna
(industrial, sekuler). Pelopor teori ini antara lain adalah August Comte
dan Herbert Spencer. Variasi teori ini
adalah Cyclical theories yang dipelopori oleh Vilfredo Pareto dengan mengatakan
bahwa masyarakat dan kebudayaan mempunyai tahap-tahap perkembangan yang
merupakan lingkaran yang pada tahap tertentu dapat dilalui berulang-ulang.
Pendukung teori ini adalah Pitirim A. Sorokin yang mengemukakan teori dinamika
sosial dan kebudayaan. Menurut Sorokin, masyarakat berkembang melalui tahap kepercayaan,
tahap kedua dasarnya adalah indera manusia, dan tahap terakhir dasarnya adalah
kebenaran.
2. Universal theory of
evolution. Teori ini menyatakan bahwa perkembangan masyarakat tidak perlu
melalui tahap-tahap perkembangan tertentu yang tetap. Kebudayaan manusia telah
mengikuti suatu garis evolusi tertentu. Spencer mengemukakan prinsip-prinsipnya
yaitu antara lain mengatakan bahwa masyarakat merupakan hasil perkembangan
sifat maupun susunannya dari kelompok
homogen ke kelompok yang heterogen.
3. Multilined theories of
evolution. Teori ini lebih menekankan pada penelitian-penelitian terhadap
tahap-tahap perkembangan tertentu dalam evolusi masyarakat. Misalnya mengadakan
penelitian tentang pengaruh sistem mata pencaharian dari sistem berburu ke
sistem pertanian kekeluargaan dalam masyarakat.
Spencer memiliki
pendapat yang berbeda dengan August Comte, bahwa pribadi mempunyai kedudukan
dominan dalam struktur masyarakat. Dia menekankan bahwa pribadi merupakan dasar
struktur sosial, meskipun masyarakat dapat dianalisis pada tingkat struktural.
Struktur sosial suatu masyarakat dibangun untuk memungkinkan anggotanya
memenuhi berbagai keperluan. Oleh karena
itu, banyak ahli memandang Spencer bersifat individualistis. Terkait
ketertarikannya pada perkembangan evolusi jangka panjang dari masyarakat
modern, Spencer menilai masyarakat
bersifat organis. Pandangan ini yang kemudian menjadikan Spencer sering disebut
sebagai seorang teoretis organik karena usahanya memperluas prinsip-prinsip
evolusi pada ilmu biologi ke institusi sosial.
Lebih jauh
Spencer mengungkapkan bahwa perubahan alamiah dalam diri manusia mempengaruhi
struktur masyarakat. Kumpulan pribadi dalam masyarakat merupakan faktor penentu
bagi terjadinya proses kemasyarakatan yang pada hakikatnya merupakan struktur
sosial dalam menentukan kualifikasi. Bagi Spencer, masyarakat merupakan material yang tunduk pada hukum
universal evolusi. Masyarakat mempunyai hubungan fisik dengan lingkungan yang
mengakomodasi dalam bentuk tertentu dalam masyarakat, terutama dalam
organisasinya. Masyarakat tersusun atas dasar hakikat manusia dan bentuknya
sangat dipengaruhi oleh alam yang sulit dimodifikasi. Modifikasi yang dilakukan
oleh manusia sangat sulit ditentukan akibatnya (Haryanto, tt:24).
Menurut
Haryanto (tt:25), semua teori evolusioner menilai bahwa perubahan sosial
memiliki arah tetap yang dilalui semua masyarakat. Perubahan sosial ditentukan
dari dalam (endogen) yang sering digambarkan dalam arti diferensiasi
struktural, perubahan dalam arti dari yang paling sederhana menuju masyarakat
yang lebih kompleks. Masyarakat sederhana tidak terpadu yang tidak pasti
(indefinite, incoherent homogenity), memiliki karakteristik, tidak ada
pembagian tugas atau peran yang rinci dan lebih banyak bersifat informal.
Sedang masyarakat yang lebih kompleks (definite, coherent heterogenity)
memiliki karakteristik terspesialisasi dan formal.
Spencer
berpendapat bahwa orang-orang cakap dan bergairah (enerjik) yang akan mampu
memenangkan perjuangan hidup dan berhasil, sedang orang yang malas dan lemah
akan tersisih dengan sendirinya dan kurang berhasil dalam hidup. Kelangsungan
hidup keturunan manusia lebih banyak dipengaruhi oleh kekuatan tenaga hidupnya.
Kekuatan hidupnyalah yang mampu mengatasi kesukaran ujian hidup, termasuk
kemampuannya menyesuaikan diri (berevolusi) dengan lingkungan fisik dan sosial
yang selalu berubah dari waktu ke waktu.
Spencer
berpendapat, suatu organisme akan bertambah sempurna apabila bertambah kompleks
dan terjadi diferensiasi antara bagian-bagiannya. Hal ini berarti ada organisme
yang mempunyai fungsi yang lebih matang di antara bagian-bagian lain dari
organisme sehingga dapat berintegrasi dengan lebih sempurna. Secara
evolusioner, tahap organisme tersebut akan semakin sempurna sifatnya. Dengan
demikian organisme mempunyai kriteria yang dapat diterapkan pada setiap
masyarakat yaitu kompleksitas, diferensiasi, dan integrasi. Evolusi sosial dan
perkembangan sosial pada dasarnya adalah pertambahan diferensiasi dan
integrasi, peningkatan pembagian kerja, dan suatu transisi dari keadaan homogen
ke keadaan heterogen (Soekanto, 1990: 39-41).
Pusat
perhatian Spencer juga tertuju pada gerak yang dipandang sebagai suatu tenaga
yang menggerakkan proses pemisahan (diferensiasi, membedabedakan) dan proses
mengikat (integrasi, persatuan). Tenaga ini membawa kesamaan dan perpecahan dan
ketidakpastian dalam evolusi sehingga membentuk kelompok, golongan, ras, suku
bangsa, bangsa, dan negara. Evolusi terus berlanjut, ada yang menuju
kesempurnaan, tetapi ada juga yang sebaliknya. Evolusi pada sosiologi mempunyai
arti optimis yaitu tumbuh menuju keadaan yang sempurna, kemajuan, perbaikan,
kemudahan untuk perbaikan hidupnya.
Seperti telah
disinggung di atas, pandangan-pandangan sosiologi Spencer sangat dipengaruhi
pesatnya kemajuan ilmu biologi. Beberapa di antaranya adalah:
1. Pelajaran tentang sifat
keturunan (descension), Lamarck (1909) yang
menyatakan bahwa sifat manusia yang diturunkan kepada anak cucunya
sangat dipengaruhi oleh tempat tinggal dan
sifat bangsa itu. Teori evolusi ini berdasarkan pendapat bahwa hewan
yang bertulang punggung bisa menyempurnakan bentuk badannya berdasarkan
kebutuhannya kepada keturunannya.
2. Teori seleksi dari Darwin
(1859) mengatakan bahwa alam akan membuang segala sesuatu yang tidak terpakai
dan memperkuat segala sesuatu yang berguna, seperti yang terjadi pada binatang,
yang kuat akan mampu bertahan hidup dan yang lemah akan binasa.
3. Teori tentang penemuan sel.
Tubuh hewan dan tumbuh-tumbuhan terdiri dari organisme kecil-kecil yang disebut
sel. Sel ini mempunyai sifat dan bentuk yang sama, tetapi mampu mempengaruhi
sifat binatang atau tumbuhan berdasarkan ciri yang terkuat pada sel tersebut.
Ritzer dan
Goodman (2007) merangkum teori evolusi Spencer ke dalam dua perspektif.
Pertama, teorinya berkaitan dengan peningkatan ukuran (size) masyarakat.
Peningkatan ini menyebabkan diferensiasi fungsi yang dilakukannya. Kedua,
masyarakat berubah melalui penggabungan. Makin lama makin menyatukan
kelompok-kelompok yang berdampingan. Dia berbicara tentang gerak evolusioner
dari masyarakat yang sederhana ke penggabungan dua kali lipat dan penggabungan
tiga kali lipat.
Perbedaan Masyarakat Militan
dan Industri
Di sisi lain,
Spencer menawarkan teori evolusi dari masyarakat militan ke masyarakat
industri. Pada mulanya, masyarakat militan dijelaskan sebagai masyarakat terstruktur
guna melakukan perang, baik yang bersifat defensif maupun ofensif. Sejalan
dengan tumbuhnya masyarakat industri, fungsi perang sebagai perubahan berakhir.
Masyarakat
industry adalah masyarakat dimana kerja produktif dengan cara damai diutamakan
di atas ekspedisi-ekspedisi perang. Spencer memakai kata “industry” bukan untuk
teknologi melainkan dalam arti kerja sama spontan bebas demi tujuan damai. Ciri-cirinya
adalah demokrasi, adanya kontrak kerja yang mengganti sistem budak, liberalisme
dalam hal memilih agama, ada otonomi individu.
Dalam bukunya Principles
of Sociology, Spencer berpendapat bahwa pada masyarakat industri yang telah
terjadi diferensiasi dengan mantap, akan ada
stabilitas yang menuju pada keadaan hidup yang damai. Seperti juga
Comte, Spencer berpendapat bahwa tujuan hidup setiap manusia adalah
menyesuaikan diri dengan panggilan hidup dalam masyarakat sekitarnya yang
selalu berevolusi menuju perbaikan dan kemajuan.
Menurut hemat spencer, kedua tipe masyarakat
bertentangan satu terhadap yang lain dalam arti bahwa mereka saling menolak. Dalam
bukunya The Man Versus the state Spencer menarik beberapa kesimpulan dari
thesisnya, bahwa masyarakat industry harus di lihat sebagai pembebasan manusia
dari cengkeraman Negara dan agama, yang kedua-duanya bersifat absolutistis.
Pemikiran tentang
nir-intervensi dan survival of the fittest
Herbert
Spencer mengenalkan Survival of The Fittest dalam buku Sosial Static,
dia yakin bahwa kekuatan power hidup manusia adalah sarana untul menghadapi
ujian hidup serta menyesuaikan diri dengan perubahan-perubahan social maupun
fisik. Seleksi alam ‘yang kuatlah yang menang’ menjadi prasyaarat manusia
menuju puncak kesempurnaan dan kebahagiaan.
Survival oh
The Fittest merupakan istilah yang digunakan oleh Spencer untuk menunjuk pada
perubahan yang terjadi di dalam dunia sosial. Dalam hal ini ungkapan tersebut
sebenarnya digunakan untuk menunjuk pada proses seleksi alam, akan tetapi
Spencer menerima pandangan seleksi alam juga terjadi di dalam dunia social.
Spencer menerima pandangan ini karena ia merupakan seorang Darwinis sosial.
Jadi ia meyakini pandangan evolusi bahwa dunia tumbuh semakin baik. Dengan
demikian, dunia harus dibiarkan begitu saja; campur tangan pihak luar akan
memperburuk situasi ini. Jadi jika tidak dihambat oleh intervensi eksternal,
orang yang kuat akan bertahan hidup dan berkembang biak, sementara yang lemah
pada akhirnya akan punah.
Karena Spencer
memandang sosiologi sebagai ilmu pengetahuan mengenai hakikat manusia secara
inkoporatif. Struktur social dibangun untuk memenuhi keperluan anggotanya.
Teori Spencer mengedepankan perjuangan hidup dan karenanya sangat cocok dengan
perkembangan kapitalisme, liberalisme, dan individualisme.
Sumber :
ahmadnajip.wordpress.com
sosiologi2015.blogspot.co.id
Siahaan, Hotman M. (1986). Pengantar
ke Arah Sejarah dan Teori Sosiologi. Jakarta: Penerbit Erlangga
Ritzer, George dan Goodman,
Douglas J. 2007. Teori Sosiologi Modern (Edisi VI). Jakarta: Kencana
Sukanto, Soerjono. (1990). Sosiologi
Suatu Pengantar. Jakarta: Rajawali Press.
Horton, Paul B. dan Hunt, Chester L.1989. Sosiologi,
Jilid 1 dan 2. Jakarta: Erlangga. Koentjaraningrat. 1987. Sejarah Teori
Antropologi I. Jakarta: UI-Press.
0 Comments