Auguste Comte – Bapak Sosiologi Barat serta Teori Positivisme

Auguste Comte seorang bapak sosiologi Barat
Auguste Comte

Sosiologi yang lahir pada tahun 1842 ditandai tatkala Auguste Comte menerbitkan bukunya yang berjudul Positive-Philosophy. Banyak pemikiran dan teori Comte yang sangat tersohor pada saat itu hingga sekarang. Menurut Comte, sosiologi harus dibentuk berdasarkan pengamatan atau observasi terhadap masyarakat bukan hanya sekadar spekulasi-spekulasi perihal masyarakat. Pemikiran yang paling termasyhur diantaranya adalah pemikirannya dalam membagi sosiologi menjadi dua bagian, yaitu Social Statics dan Social Dynamic.


Social Dinamic

Social dynamic adalah teori tentang perkembangan dan kemajuan masyarakat, karena social dinamic merupakan study tentang sejarah yang akan menghilangkan filsafat yang spekulatif tentang sejarah itu sendiri. Comte juga menganggap bahwa sebuah masyarakat mengalami perkembangan, meskipun menurutnya perkembangan tersebut tidak selalu berjalan lurus.

1. The law of three stages (hukum tiga tahap)

Comte berpendapat bahwa di dalam masyarakat terjadi perkembangan yang terus-menerus, namun perkembangan umum dari masyarakat tidak terus-menerus berjalan lurus. Ada banyak hal yang mengganggu perkambangan suatu masyarakat seperti faktor ras, iklim, dan tindakan politik. Comte berpendapat jawaban tentang perkembangan sosial harus dicari dari karakteristik yang membedakan manusia dan binatang yaitu perkembangan inteligensinya. Comte mengajukan tentang tiga tingkatan inteligensi manusia, yakni teori evolusi atau yang biasa disebut hukum tiga tahap yaitu:

Tahap Teologis atau Fiktif

Dimulai sebelum tahun 1300 dan menjadi ciri dunia. Tahap ini meyakini bahwa segala sesuatu yang terjadi di dunia ini dikendalikan oleh kekuatan supranatural yang dimiliki oleh para dewa, roh atau tuhan. Pemikiran ini menjadi dasar yang mutlak untuk menjelaskan segala fenomena yang terjadi di sekitar manusia, sehingga terkesan irasional. Dalam tahap teologis ini terdapat tiga kepercayaan yang dianut masyarakat. Yang pertama fetisysme (semuanya) dan dinamisme yang menganggap alam semesta ini mempunyai jiwa. Kemudian animisme yang mempercayai dunia sebagai kediaman roh-roh atau bangsa halus. Yang kedua politeisme (memilih), sedikit lebih maju dari pada kepercayaan sebelumnya. Politeisme mengelompokkan semua dan kejadian alam berdasarkan kesamaan-kesamaan diantara mereka. Sehingga politeisme menyederhanakan alam semesta yang beranekaragam. Contoh dari politeisme, dulu disetiap sawah di desa berbeda mempunyai dewa yang berbeda. Politeisme menganggap setiap sawah dimanapun tempatnya mempunyai dewa yang sama, orang jawa mengatakan dewa padi yaitu yaitu dewi sri. Yang terakhir, monoteisme yaitu kepercayaan yang menganggap hanya ada satu Tuhan. Dalam tahap teologis kami dapat mencontohkannya sebagai berikut bergemuruhnya Guntur disebabkan raksasa yang sedang berperang.

Tahap Metafisik

Tahap ini terjadi antara tahun 1300 sampai 1800. Pada tahap ini manusia mengalami pergeseran cara berpikir. Pada tahap ini, muncul konsep-konsep abstrak atau kekuatan abstrak selain tuhan yakni alam. Segala kejadian di muka bumi adalah hukum alam yang tidak dapat diubah. Contoh, pejabat negara adalah orang yang berpendidikan dan telah mengenal ilmu pengetahuan namun ia masih saja bergantung dan mempercayai kekuatan dukun.

Tahap Positifisme

Pada tahap ini semua gejala alam atau fenomena yang terjadi dapat dijelaskan secara ilmiah berdasarkan peninjauan, pengujian dan dapat dibuktikan secara empiris. Tahap ini menjadikan ilmu pengetahuan berkembang dan segala sesuatu menjadi lebih rasional, sehingga tercipta dunia yang lebih baik karena orang cenderung berhenti melakukan pencarian sebab mutlak (Tuhan atau alam) dan lebih berkonsentrasi pada penelitian terhadap dunia sosial dan fisik dalam upayanya menemukan hukum yang mengaturnya. Contoh, tanaman padi subur bukan karena akibat kehendak dewi Sri melainkan akibat dari perawatan dan pemupukan yang baik.

2. The law of the hierarchie of the sciencies (hierarki dari ilmu pengetahuan)

Di dalam menyusun susunan ilmu pengetahuan, Comte menyadarkan diri kepada tingkat perkembangan pemikiran manusia dengan segala tingkah laku yang terdapat didalamnya. Sehingga sering kali terjadi didalam pemikiran manusia, kita menemukan suatu tingkat pemikiran yang bersifat scientific. Sekaligus pemikiran yang bersifat theologies didalam melihat gejala-gejala atau kenyataan-kenyataan.

3. The Law of the correlation of practical activities

Comte yakin bahwa ada hubungan yang bersifat natural antara cara berfikir yang teologis dengan militerisme. Cara berfikir teologis mendorong timbulnya usaha-usaha untuk menjawab semua persoalan melalui kekuatan (force). Karena itu, kekuasaan dan kemenangan selalu menjadi tujuan daripada masyarakat primitif dalam hubungan satu sama lain. Pada tahap yang bersifat metafisis, prinsip-prinsip hukum (khususnya hukum alam) menjadi dasar daripada organisasi kemasyarakatan dan hubungan antara manusia. Tahap metafisis yang bersifat legalistic demikian ini merupakan tahap transisi menuju ke tahap yang bersifat positif.

4. The Law of the correlation of the feelings

Comte menganggap bahwa masyarakat hanya dapat dipersatukan oleh feelings. Demikianlah, bahwa sejarah telah memperlihatkan adanya korelasi antara perkembangan pemikiran manusia dengan perkembangan dari sentimen sosial. Di dalam tahap yang teologis, sentimen sosial dan rasa simpati hanya terbatas dalam masyarakat lokal. Tetapi dalam abad pertengahan, sosial sentimen berkembang semakin meluas seiring dengan perkembangan agama Kristen. Abad pertengahan adalah abad yang oleh Comte dianggap sebagai abad dalam tahap metafisis. Tetapi dalam tahap yang positif/ scientific, social simpati berkembang menjadi semakin universal. Comte yakin bahwa sikap positif dan scientific pikiraan manusia akan mampu memperkembangkan semangat alturistis (rasa mengahargai orang yang lebih tinggi) dan menguniversilkan perasaan sosial (social simpati).


Social Statics

Fungsi social static dimaksudkan sebagai suatu studi tentang hukum-hukum aksi dan reaksi dan sebab akibat dari berbagai bagian di dalam suatu sistem sosial.  Dalam sosial static terdapat empat doktrin, yaitu doktrin tentang individu, keluarga, masyarakat dan negara.

1. The doctrine of the individual

Comte menganggap teori tentnag sikap=sikap dasar manusia sangat penting di dalam sosiologi. Dia menganggap bahwa individu adalah cerminan dari suatu masyarakat. Jadi jika kita menghilangkna dari sesuatu individu sama saja kita menghilangkannya dari masyarakat. Comte mengakui adanya sesuatu yang disebut insting yang dibagi menjadi dua yaitu egoistic insting dan altruistic insting.

2. The doctrine of the family

Keluarga adalah unit masyarakat yang sebenarnya, keluarga terbentuk melalui insting dan daya tarik alamiah natural affection.

3. The doctrine of the society

Keluarga menurut Comte bukanlah masyarakat namun masyarakat merupakan kesatuan yang lebih luas yang terdiri dari sejumlah esakeluarga.

4. The doctrine of the state

Comte menganggap bahwa negara dan masyarakat itu merupakan dua hal yang berbeda. Menurutnya negara adalah bentuk khusus dari asosiasi atau organisasai sosial.

Dari semua pembahasan tadi dapat ditarik bahwa sosiologi bersumber dari filsafat positif terutama perkembangan pengetahuan manusia sehubung dengan perkembangan pemikirannya.

Sebagai usahanya, Comte mengembangkan fisika sosial atau juga disebutnya sebagai sosiologi. Comte berupaya agar sosiologi meniru model ilmu alam agar motivasi manusia benar-benar dapat dipelajari sebagaimana layaknya fisika atau kimia. Ilmu baru ini akhirnya menjadi ilmu dominan yang mempelajari statika sosial (struktur sosial) dan dinamika sosial (perubahan sosial).


Sumber :
blog.unnes.ac.id
nicofergiyono.blogspot.co.id

0 Comments